Sabtu, 25 Juni 2011

MEMAHAMI EKONOMI ISLAM

Agama dan Ekonomi
Untuk memahami hubungan antara agama secara umum dan ekonomi, kita harus mempelajari cakupan-cakupan dan bidang-bidang kerjanya masing-masing. Agama didefinisikan oleh Rville “penentuan kehidupan manusia sesuai dengan ikatan antara jiwa manusia dan jiwa yang gaib, yang didominasinya terhadap dirinya sendiri dan dunia diketahui oleh manusia dan kepada-Nya dia sangat terikat. Michel Mayer dalam bukunya, mendefinisikan agama sebagai “seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti utuk membimbing kita dalam tindakan kita terhadap Tuhan, orang lain dan terhadap diri kita sendiri. Agama dirangkum secara singkat oleh Muhammad Abdullah Draz sebagai “peta perbuatan”.
Ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang prilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber yang produktif yang langka untuk untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikan untuk konsumsi. Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor salam prilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT, memberikan beberapa contoh tegas mengenai ajaran-ajaran para Rasul di masa lalu (sebelum Nabi Muhammad SAW,) dalam kaitannya dengan masalah-masalah ekonomi yang menekankan kan bahwa prilaku ekonomi merupakan salah satu pelatihan bidang agama. Sejak permulaan islam di Mekah, bahkan sebelum terbentuknya masyarakat muslim di Madinah, ayat-ayat Al-Qur’an sudah menampilkan pandangan islam mengenai hubungan antara agama dan keimanan terhadap adanya Allah dan hari kiamat, disatu pihak, dan prilaku ekonomi dan sistem ekonomi.
Meskipun semua agama berbicara tentang masalah-masalah ekonomi, agama-agama itu berbeda-beda dalam pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebagai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata, sembari beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang melampai batas tersebut merupakan orientasi yang keliru terhadap sumber-sumber manusiawi atau merupakan sejenis kejahatan. Dengan demikian agama yang seperti itu beranggapan bahwa orang-orang yang tidak terlalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi lebih dekat dengan Tuhan. Sedangkan islam menganggap kegiatan-kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi. Orang terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dia kan bisa semakin baik, selama tetap terjaga keseimbangannya. Harta itu sendiri adalah baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan tujuan yang sah untuk memperolehnya. Karena kegiatan ekonomi yang peroduktif pada dasarnya mempunyai nilai keagamaan, disamping nilai lainnya.

Pengertan Ekonomi Islam
Dalam membahas ekonomi islam, ada satu titik awal yang harus benar-benar kita perhatikan, yaitu ekonomi islam bermuara pada akidah islam, yang bersumber dari syari’at. Sedangkan dari sisi lain adalah Al-Qur’an san As-sunah yang berbahasa arab.
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang ekonomi islam maka ada baiknya bila diberikan pengertian ekonomi islam yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi islam.
Menurut Muhammad Abdul Manan “Ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.
Menurut M. Umer Chapra “ekonomi islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa prilaku makroekonomi yang berkeseimbangan dan tanpa ketidak seimbangan lingkungan.
Menurut Muhammad Nejatullah Ash-sidiqy “ilmu ekonomi islam adalah respon pemikiran muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu.

Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Ekonomi islam secara mendasar sangat berbeda dengan sistem ekonomi yang lain dalam hal tujuan, bentuk, dam coraknya. Sistem tersebut berusaha memecahkan masalah ekonomi manusia dengan cara menempuh jalan tengah antara pola yang ekstrim yaitu kapitalis dan komunis. singkatnya, ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan di dunia dan di akhirat.
Ada tiga asas filsafat ekonomi islam:
-    Semua yang ada dialam semesta ini milik Allah SWT, manusia hanyalah khalifah yang memegang amanah dari Allah untuk menggunakan milik-Nya. Sehingga semua harus tunduk pada Allah sang pencipta.
-    Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai Khalifah Allah, mausia wajib tolong-menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah.
-    Manusia harus beriman kepada hari akhir/hari kiamat agar tingkah laku kegiatan ekonomi manusia dapat terkendali sebab ia dadar bahwa semua perbuatan yang dikerjakan akan dipertanggungjawabkan.
Selain dari asas filsafat tersebut ekonomi mempunyai tiga nilai-nilai tertentu yaitu:
-    Nilai dasar kepemilikan
-    Nilai keseimbangan
-    Nilai keadilan

Karakteristik Ekonomi Islam
Karakteristik ekonomi islam adalah islam itu sendiri meliputi tiga asas pokok, ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas Akidah, Akhlak, dan Syari’at (Muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi islam yaitu:
-    Harta kepunyaan Allah manusia hanya sebagai khalifah dari harta tersebut.
-    Ekonomi terikat oleh akidah, syari’at, dan moral
-    Keseimbangan antara jasmani dan rohani
-    Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat.
-    Adanya bimbingan konsumsi
-    Petunjuk investasi
-    Zakat
-    Larangan riba
 
Rancangan Bangun Ekonomi Islam
Bangunan ekonomi islam didasarkan atas lima nilai universal, yaitu: Tauhid, ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khalifah (kepemerintahan), dan Ma’ad (hasil). Dari kelima nilai dapat menurunkan tiga prinsip derifatif yang menjadi ciri sistem ekonomi islam yaitu: kepemilikan multi jenis, kebebasan bertindak, dan keadilan sosial. Tetapi semua itu belum cukup tanpa adanya Akhlk yang harus dimiliki oleh manusia yang berprilaku dalam ekonomi islam.

Sabtu, 18 Juni 2011

TINGKATAN NAFSU MANUSIA

Amarah
Amarah merupakan tingkatan nafsu manusia yang paling jelek dan paling bawah, apabila manusia memiliki makom nafsu amarah maka manusia seperti ini cenderung banyak melakukan perbuatan maksiad dan ia menikmati perbuatan maksiat tersebut dan dia tidak sadar bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak terpuji. manusia semacam ini adalah manusia yang kedudukannya paling rendah di bumi dan sangat dibenco oleh Allah SWT, dan oleh manusia. apabila manusia ini tidak sadar dan tidak mau bertaubat maka Allah SWT, akan memasukkannya kedalam neraka.

Lawamah
Merupakan tingkatan nafu yang ke dua dimana manusia yang memiliki nafsu ini ia memiliki kebaikan tetapi kebaikan itu masih sedikit atau masih kalah dengan kejelekan atau kejahatannya. kecenderunan melakukan perbuatan maksiat atau kejahatan lebih besar daripada perbuatan baiknya. manusia yang memiliki nafsu ini setelah dilakukan pendidikan nafsu (tarbiyatunafsi) maka tingkatan nafsunya akan meningkat yaitu pada tingkatan nafsu yang ketiga.

Malhamah
Merupakan tingkatan nafsu yang ketiga dimana tingkatan ini merupakan tingkatan diatas dari nafsu lawamah, mausia yang mencapai tingkatan ini manusia cenderung melakukan perbuatan baik tetapi perbuatan terclanya belum ia tinggalkan sepenuhnya. pada saat ia melakukan perbuatan tercela ia tidak sadar bahwa ia salah tetapi setelah melakukan perbuatan tercela tersebut dia sadar bahwa dia telah melakukan perbuatan yang salah. dengan kata lain maksiad jalan ibadah pun jalan. selanjutnya setelah manusia ini melakukan pendidikan terhadap nafsunya yaitu dengan cara banyak istighfar dan berzikir kepada Allah SWT, maka tingkatan nafsunya akan meningkat.

Mutmainah
Adalah dimana manusia yang sudah mencapai tingkat ini maka manusia tersebut akan mendapat jaminan untuk masuk surganya Allah SWT. setelah mencapai tingkatan ini manusia selanjutnya akan naik lagi tingkatan nafsunya yang selanjutnya.

Mardiyah
Tingkatan nafsu ini merupakan dimana segala perkataan dan perbuatan akan dituntun dan akan di jaga olah Allah SWT, agar segala perbuatan dan perkataan dapat sesuai dengan ajaran islam dan tidak melenceng dari syari'at.

Rhodiah
Apabila manusia sudah mencapai tingkatan ini segala perkataan dan perbuatan manusia ini akan diridhai olah Allah SWT, manusia yang mencapai tingkatan nafsu ini biasanya sudah mencapai makom wali Allah.
 
Kamil
Tingkat paling puncak dari segala nafsu, ini merupakan tingkat kesempurnaan manusia yang biasanya dimiliki olah para nabi dan rasul Allah.

Jumat, 17 Juni 2011

PENYEWAAN RAHIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A.    Pendahuluan
Puncak kebahagiaan hidup suami istri dalam sebuah rumah tangga, ditandai dengan lahirnya seorang bayi yang didambakan. Semua kebahagiaan dan harapan akan pudar jika mengetahui jika mereka tidak akan mempunyai anak.
Pada dewasa terakhir ini, muncullah penemuan teknologi dalam bidang rekayasa genetika, dalam upaya membantu dan menolong suami isteri yang tidak dapat menurunkan anak. Rekayasa seperti ini ditandai dengan Bayi Tabung, dan Kotak Ajaib yang mampu menyimpan sperma dan ovum sebagai mana layaknya rahim asli.
Khususnya masalah bayi tabung yang selama ini dinilai sebagai penemuan Sains yang membawa kemaslahatan besar bagi manusia, terutama bagi suami istri yang tidak dapat memperoleh anak dengan pembuahan secara alami (in vivo), telah ditemukan metode baru dengan pembuahan di luar rahim (in vitro).
Namun yang menjadi persoalan apabila bayi tabung ini berubah persoalan menjadi “penyewaan rahim”, yakni penitipan sperma dengan ovum dari sepasang suami istri dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim bisa melalui perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian secara rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak (bisnis). Masalah penyewaan rahim ini telah membudaya di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat.

B.    Tujuan Perkawinan dalam Islam
Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama, dalam rangka mendidik keluarga yang harmonis, bahagia, dan sejahtera. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera dalam dalam arti terciptanya ketenangan lahir-batin yang disebabkan oleh terpenuhinya keperluan hidup, sehingga timbullah kebahagiaan dan kasih sayang antar anggota keluarga.
Jadi, tujuan perkawinan dalam islam meliputi dua segi, yakni untuk memenuhi naluri seksual dan memenuhi petunjuk agama. Imam al-Gazali membagi tujuan (faedah) perkawinan atas lima kategori yaitu:
1.    Untuk memperolah keturunan
2.    Untuk menyalurkan syahwat
3.    Untuk menghibur hati
4.    Untuk mengelola rumah tangga
5.    Untuk melaksanakan kewajiban masyarakat.
Kelima tujuan perkawinan menurut al-Gazali di atas, salah satu diantaranya adalah untuk memperolah keturunan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah tangga. Karenanya, islam menganjurkan umatnya untuk kawin jika telah memenuhi syarat. Bahkan, Nabi Muhammad SAW, menganjurkan untuk kawin dengan wanita-wanita yang bisa melahirkan keturunan yang banyak.
Pentingnya kehadiran anak dalam kehidupan rumah tangga, bukan hanya sebagai buah hati dan pelipur lara, tetapi juga berfungsi sebagai pembantu dalam kehidupan di dunia, bahkan dapat menambah amal kebajikan di akhirat bila anak tersebut dididik menjadi anak-anak yang saleh.
Itu sebabnya, Al-Quran menganjurkan bagi orang yang belum dianugerahi anak untuk senantiasa berdoa kepada Allah. Namun perlu ditegaskan bahwa kegiatan berdo’a itu harus dibarengi dengan usaha (sesuai dengan ajaran islam), seperti rajin berobat atau melalui proses bayi tabung.

C.    Konsep Ibu Sejati dalam Islam
Seorang wanita dapat disebut sebagai “ibu sejati” jika telah memenuhi dua syarat tugas pokok, yaitu mengandung dan menyusui. Kedua tugas ini dapat dipahami dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
1.    QS. Al-Ahqaf ayat 15 yang berartikan:
“kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang ibu-bapaknya, Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah (pula). Sang ibu mengandungnya sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan…”
2.    QS. Al-Baqarah ayat 233 yang berartikan:
“para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yakni bagi ibu yang ingin menyempurnakan penyusuannya…”
Abi al-Su’ud ketika menafsirkan ayat pertama menyatakan bahwa keadaan seorang wanita yang sedang mengandung sangat susah, begitu pula sangat dahsyat keadaannya ketika melahirkan.  Karenanya seorang anak diwajibkan berbuat baik kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibunya.
Akibat susahnya mengandung dan melahirkan tersebut, maka islam melarang pengangkatan anak (adopsi) yang berakibat memutuskan hubungan dengan keluarga yang melahirkannya. Setanya menjadikan orang lain sebagai kedua orang tuanya.
Seorang ibu diwajibkan menyusui anak, meski hanya sebentar. Sedangkan kebolehan menurut jumhur ulama berlaku bagi ibu yang tidak mampu menyempurnakan susuan anaknya, kemudian menyerahkan kepada orang lain untuk menyukupkan penyusuan itu selama dua tahun.
Selanjutnya al-Maragi menyatakan bahwa adanya kewajiban seorang ibu menyusui anaknya, dikarenakan oleh air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik untuk bayi.
Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pakar kesehatan selalu menganjurkan kepada seorang ibu untuk menyusui anaknya sendiri. Nanti pada bulan-bulan tertentu bayi dapat diberi makanan tambahan. Dalam hal ini penentu status seorang ayah adalah dari sepermanya.
Berdasarkan uraian diatas maka seorang wanita dapat dikatakan “Ibu Sejati) jika telah memenuhi tiga peran sekaligus dalam menghadirkan seorang anak manusia kemuka bumi yaitu Ovum, Mengandung, dan Menyusui. Sedangkan peran ayah hanya satu yaitu pada Sperma.
Jika hal tersebut dikaitkan dengan penyewaan rahim, maka kedua wanita yang terlibat dalam kehadiran seorang anak (ibu genetis dan ibu penghamil) tidak dapat dikategorikan sebagai ibu sejati. Sebab keduanya tidak memenuhi ketiga unsur yang telah disebutkan di atas.
   
D.    Benda yang Boleh Disewakan
Berbicara tentang sewa menyewa, erat kaitannya dengan jual beli. Sebab, syarat dan rukun jual beli sama dengan rukun dan syarat sewa-menyewa. Salah satu syarat dari jual beli adalah harus ada barang yang halal.
Jadi barang yang haram atau najis, tidak dapat diperjual belikan atau di persewakan. Jual beli seperti ini menurut imam mazhab yang empat dinyatakan batal. Salah satu benda yang tidak boleh deperjual belikan atau disewakan adalah darah, karenanya PMI (Palang Merah Indonesia) tidak memperjualbelikan darah, melainkan hanya menerima donor darah.
Memang sperma dan ovum tidak termasuk najis, namun setelah percampuran antara keduanya akan menjadi darah (darah yang melekat pada dinding rahim), maka ia sudah berubah menjadi najis. Hal ini erat kaitannya dengan penyewaan rahim. Sebab pemindahan sel telur yang dibuahi dari tabung gelas kedalam rahim wanita, berlangsung ketika setelah menjadi embrio.
Jadi, sewa menyewa tentang sperma dan ovum, tidak dibenarkan dalam ajaran islam. Meski dalam hal ini yang dipersewakan bukan sperma atau ovum melainkan rahim. Tapi dalam kasus seperti ini ada hubungan timbal balik yakni pemilik rahim (ibu penghamil) dibayar sesuai dengan perjanjian oleh wanita lain sebagai pemilik ovum (ibu genetis). Berarti hukum antara keduanya sama.
Setelah dikaji persoalannya penyewaan rahim dalam kaitannya dengan hukum keluarga dan hukum sewa menyewa, dapat ditegaskan bawa hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam.

E.    Bayi Tabung
Bayi tabung dalam istilah ilmiahnya adalah usaha manusia untuk mengadakan pembuahan, dengan menyatukan atau mempertemukan antara sel telur wanita (ovum) dengan spermatozoa pria dalam sebuah tabung gelas. Proses pembuahan seperti ini disibut dengan in vivo. Sedangkan pembuahan secara alamiah dinamakan in vitro.
Masalah bayi tabung, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu dibolehkan. Tetapi jika sperma dan ovum yang dipertemukan bukan dari pasangan yang sah, maka hal itu tidak dibenarkan, bahkan dianggap perzinahan yang terselubung.
Dibolehkannya bayi tabung bagi pasangan suami isteri yang sah, dikarenakan manfaatnya sangat besar dalam kehidupan rumah tangga. Bagi suami istri yang merindukan seorang anak, namun tidak bisa berproses secara alami, maka setelah diproses melalui bayi tabung, anak yang dirindukan akan segera hadir di sisinya. Disinilah letak maslahatnya, sehingga kebolehanya didasarkan melalui mashlahat al-mursalah.
Tentu timbul pertanyaan: mengapa bayi tabung diperbolehkan, sedangkan sewa rahim dilarang? Apakah proses yang dilakukan tidak sama? Dan apakah dalam sewa rahim tersebut tidak ada mashlahat yang dapat dipetik?
Dalam memecahkan masalah tersebut, perlu ditegaskan bahwa meskipun proses yang dilalui antara keduanya memiliki persamaan, yakni pertemuan sperma dan ovum berproses dalam tabung gelas tetapi setelah terjadi pembuahan, sel yang tercampur tersebut dimasukkan dalam rahim wanita lain, sehingga dalam hal tersebut terlibat unsur ketiga selain suami isteri yang sah.
Sungguhpun penyewaan rahim tersebut manfaat yang besar tetapi keburukan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari manfaatnya. Karenanya masalah ini dapat dianalogikan dengan khamar dan judi, yakni keburukan lebih besar daripada manfaatnya, maka keduanya dilarang oleh Allah SWT.
Keburukan atau bahaya dalam penyewaan rahim adalah kacaunya status anak. Siapa yang berhak menjadi ibu sejati, apakah ibu genetis atau ibu penghamil? Salah satu hal yang jelas dan pasti adalah keduanya tidak memenuhi syarat menjadi ibu sejati.
Bahaya lain yang diakibatkan oleh penyewaan rahim adalah persengketaan antara kedua ibu, yakni keduanya ingin memiliki anak tersebut. Ibu genetik ingin memiliki anak tersebut karena berasal dari ovumnya. Sedangkan ibu penghamil merasa lebih berhak karena ia susah payah mengandung dan melahirkannya. Persengketaan ini telah terjadi di Amerika dan Afrika.

Kamis, 16 Juni 2011

MEMAHAMI DIRI MANUSIA

Pendahuluan

     Pada zaman yang serba modern dan pada era milenium, manusia banyak yang lupa tentang makna dirinya sendiri. Banyak mata manusia terbelalak melihat kemajuan teknologi tetapi dia terpejam tentang agama yang sebenarnya merupakan hal yang tidak kalah penting. Karena kelupaannya pada tentang dirinya sendiri, banyak pula manusia yang tersesat, tidak tahu tentang untuk apa dirinya diciptakan olah sang pencipta dan sebagai apa manusia berada di bumi ini.
     Allah menciptakan manusia hanya untuk beribadah dan menyembah-Nya. Serta kedudukan dan keberadaan manusia di muka bumi ini adalah sebagai Khalifah atau pemimpin. Dengan itu manusia harus melaksanakan amanah yang telah diberikan Allah dengan menjaga dan merawat apa yang ada di bumi. Menjaga kelestarian lingkungan alam serta menjaga hubungan baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok merupakan hal yang sangat penting.
     Manusia juga harus sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukan sekecil apapun akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di Yaumil Akhir. Dengan kesadaran itu yang selalu dipegang maka perbuatan manusia akan cenderung untuk berbuat baik dan selalu terkontrol. Manusia harus menggunakan akal untuk berfikir dan menggunakan hati nurani sebagai tolak ukur dalam melakukan segala perbuatan.
        Pada dasarnya perbuatan manusia itu terbagi menjadi dua, yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk.    Perbuatan baik merupakan perbuatan yang tidak melenceng dari aturan, sedangkan perbuatan buruk merupakan kebalikan dari perbuatan baik, Dalam melakukan perbuatan baik dan buruk manusia memiliki faktor-faktor tertentu, dan untuk dapat mengendalikannya maka hendaklah dengan agama yang benar  yaitu Islam.

Mengetahui Apa Itu Manusia
     Allah menciptakan makhluk yang jumlahnya sangat banyak dan tidak terhitung. Diantara makhluk yang diciptakan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain adalah manusia. Bukti dari kesempurnaan manusia adalah terletak pada akal dan nafsu yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Bukti lain dari kesempurnaan manusia yaitu bentuk tubuh yang sangat sempurna yang tidak dimiliki makhluk lain.
     Manusia memiliki dua unsur penting agar dapat dia benar-benar dikatakan manusia, dua unsur tersebut adalah jasad dan ruh. Jasad merupakan lembaga ruh/wadah dari ruh dan ruh itu sendiri adalah hakekat dari manusia, karena hanya dengan ruh, manusia dapat mengetahui segala sesuatu. Apabila hanya memiliki jasad saja belum dikatakan manusia tetapi bangkai, apabila hanya ruh saja juga bukan dikatakan manusia yang utuh.
     Allah menciptakan manusia selain sebagai makhluk yang sempurna, Allah juga memberikan amanat kepada manusia untuk menjadi Khalifah di muka bumi ini. Amanat yang diberikan Allah kepada manusia merupakan bentuk dari kemuliaan yang dimiliki oleh manusia agar dapat menjaga dan melestarikan bumi, bukan malah merusak dan menghancurkannya. Apabila manusia menjaga dan melestarikan bumi maka bumi akan memberikan manfaat yang sangat besar dalam kelangsungan hidup manusia, tetapi bila manusia merusak bumi dan tidak menjaga kelestariannya maka bumi dapat menjadi dan membuat manusia dalam kesusahan dan kesengsaraan bahkan sampai pada kemurkaan Allah berupa timbulnya bencana alam yang menghancurkan.
     Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini, maka manusia perlu menjalin kerjasama sosial yang baik dan bergotong royong dalam kehidupan. Selain itu manusia harus selalu sadar bahwa segala perbuatan manusia akan dicatat dan akan diberi balasan oleh Allah, dengan kesadaran yang tinggi mengenai hal ini maka segala perbuatan manusia akan selalu terkontrol.  

Perbuatan Baik dan Buruk
     Perbuatan baik adalah bentuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang perbuatan itu tidak melanggar dari norma/aturan dari agama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah rasul. Perbuatan buruk adalah perbuatan yang dilakukan manusia yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Agama mengajarkan kepada manusia untuk selalu melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik yang dilakukan manusia di dunia ini maka kelak akan mendapat balasan yang baik pula di akhirat, dan perbuatan buruk akan mendapat keburukan pula kelak.
     Manusia pada dasarnya merupakan tidak lepas dari salah dan lupa, jadi semua manusia di muka bumi ini pasi pernah melakukan kesalahan yaitu pernah melakukan perbuatan yang buruk yang melanggar syariat walaupun yang dilanggar itu hal yang kecil. Walaupun manusia tempat salah dan lupa, manusia dituntut untuk meminimalisir perbuatan buruk, yaitu dengan membentengi diri dengan agama yang diridhai oleh Allah. Karena manusia pernah melakukan perbuatan baik dan buruk dalam kehidupan  maka Islam mengajarkan kepada manusia untuk memperbanyak perbuatan baik, sesuai dengan hadits, yaitu:
Muhammad Rasulullah SAW. Bersabda “ Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapusnya. Dan berakhlaklah yang baik terhadap sesama manusia”. (HR. Thabrani)
Dalam hadits dijelaskan bahwa manusia dituntut untuk melakukan perbuatan baik, semakin banyak manusia melakukan perbuatan baik maka perbuatan baik yang dilakukan dapat menghapus perbuatan buruk.
     Manusia melakukan perbuatan baik seharusnya bertujuan untuk mendapat ridha dari Allah, bukan untuk mendapat penilaian baik dari manusia lain, karena segala perbuatan baik yang dilakukan manusia untuk mendapat keridhaan Allah maka perbuatan itu merupakan ibadah. Perbuatan baik yang dilakukan tidak mengharap ridha-Nya atau dengan tujuan selain Allah maka perbuatan itu tidak terhitung sebagai ibadah. Sedangkan manusia yang sedang melakukan perbuatan buruk maka sebenarnya dia tidak dalam keadaan beriman, dan di tuntut untuk segera bertaubat kepada Allah serta kembali ke jalan yang benar sesuai syariat.

Kesimpulan
     Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia selain sebagai makhluk yang sempurna manusia di beri amanat sebagai khalifah di muka bumi, untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, bukan malah untuk menghancurkan bumi. Manusia harus sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
     Manusia pada hakekatnya tempat salah dan lupa, manusia dituntut untuk meminimalisir perbuatan buruk, yaitu dengan membentengi diri dengan agama yang diridhai oleh Allah. Karena manusia pernah melakukan perbuatan baik dan buruk dalam kehidupan  maka Islam mengajarkan kepada manusia untuk memperbanyak perbuatan baik, karena perbuatan baik yang dilakukan dapat menghapus perbuatan buruk.